Saturday, June 22, 2013

MODUL PENGERTIAN DAN KARAKTERISTIK ANAK DENGAN GANGGUAN AUTISM

MODUL
KEGIATAN BELAJAR 1
PENGERTIAN DAN KARAKTERISTIK ANAK DENGAN GANGGUAN AUTISM
A.  PENGERTIAN ANAK AUTISM
            Istilah autism diperkenalkan pertama kali pada tahun 1943 oleh Dr. leo Kanner, seorang psikiater anak dari Universitas Johns Hopkins. Autism menurut Kanner (1943 dalam paper-nya Autistic Disturbance of Affective Contact) adalah sebagai berikut :
            Inability to relate themselves in the ordinary way of people and situations from the beginning of life (Kuwara-2002 dalam www.faculty.washington.edu)
            Kanner menyatakan bahwa pada sekelompok anak yang ditelitinya terlihat adanya suatu gangguan mendasar di mana anak-anak tersebut sejak awal kehidupan tidak mampu melakukan interaksi sosial terhadap orang lain atau situasi tertentu seperti halnya anak yang normal (Neale, 1996). Selain itu, ditemukan pula adanya kegagalan dalam membangun kemampuan berkomunikasi atau (terjadinya) keterbatasan dalam berbahasa. Gejala lainnya adalah terjadinya penolakan pada perubahan yaitu munculnya keinginan yang kuat untuk mempertahankan lingkungan sekitar tetap sama. Anak juga menunjukkan perilaku preokupasi pada aktivitas steretip yang berulang. Ciri-ciri tersebut oleh Kanner dikelompokkan sebagai gejala-gejala utama autism (dalam Wenar, 1994).
            Gejala-gejala autism biasanya muncul sebelum anak mencapai usia 3 tahun dan pada sebagian anak gejalanya sudah ada sejak lahir. Sebagian kecil penyandang autism sepmat berkembang normal, namun sebelum usia 3 tahun perkembangan menjadi terhenti, kemudian timbul kemunduran dan tampak gejala autism (Berkell, 1992).
     
B.  KARAKTERISTIK ANAK AUTISM
            Gangguan autism ditandai dengan anya keterlambatan perkembangan, baik dalam bidang komunikasi, perkembangan motorik yang tidak seimbang, maupun dalam interaksi sosial. Namun tidak semua anak yang memperlihatkan keterlambatan perkembangan diusianya yang dini akan didiagnosis sebagai penyandang autism. Bisa saja anak yang menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan yang lebih lambat dibandingkan anak seusianya pada awalnya, namun kemudian ia akan dapat mengejar ketertinggalan tersebut dan tumbuh selayaknya anak normal lainnya.
            Saat ini para ahli di seluruh dunia melakukan diagnosis autism berdasarkan kriteria autistic disorder yang tercantum dalam DSM-IV TR 2000 (Diagnostic and Statistical Manual) yang dikeluarkan oleh The American Psychiatric Association (APA). Kriteria yang digunakan adalah kriteria klinis. Jadi yang dilihat adalah tampilan perilaku anak yang bersnagkutan. DSM IV ini memuat 3 bidang impairment (kerusakan/kesulitan) utama yang ada pada anak autism yaitu impairment dalam interaksi sosial, impairment dalam komunikasi, serta munculnya pola tertentu yang dipertahankan dan diulang-ulang (stereotyped & repetitive) dalam hal perilaku, minat dan kegiatan. Ke-3 bidangimpairment ini dijabarkan dalam 12 kriteria. Seorang penyandang autism disyaratkan memiliki minimal 6 gejala/perilaku yang menjadi ciri-ciri autism.
            Impairment dalam bidang interaksi sosial antara lain ditunjukkan dengan ketidakmampuan anak untuk menjali interaksi sosial yang cukup memadai atau adanya kegagalan dalam mempergunakan berbagai perilaku nonverbal dalam membangun hubungan.
            Selain itu karakteristik impairment bidang interaksi sosial ini juga ditunjukkan oleh ketidakmampuan anak untuk membangun atau membina hubungan dengan teman sebaya yang sesuai dengan perkembangan usianya.
            Impairment dalam bidang komunikasi ditunjukkan dengan adanya keterlambatan dalam perkembangan bicara, atau kemampuan bicara yang sama sekali tidak berkembang,
            Impairment dalam hal kelakuan pola tingkah laku, minat dan aktivitas tampak pada kegiatan yang bersifat ritual-spesifik yang dilakukan anak.
      1.   Perkembangan terlambat
      2.   Lebih tertarik pada benda dibandingkan manusia
      3.   Tak mau dipeluk
      4.   Kelainan sensoris
      5.   Menunjukkan adanya suatu pola tertentu yang dipertahankan dan diulang-ulang (Stereotyped dan Repetitive) dalam hal perilaku, minat dan kegiatan
            Aarons & Gitten (1994) menambahkan bahwa penderita autism umumnya memiliki penampilan fisik yang normal. Tingkat intelegensinya berada pada suatu spectrum. Pada suatu tes intelegensinya ditemukan bahwa 1/3 dari mereka memiliki skor di bawah rata-rata, akan tetapi ada pula anak autis yang memiliki intelegensi normal, bahkan baik (Cohen & Bolton, 1994).
            Menurut CARS gejala yang muncul bervariasi dari ringan-berat. Kelainan tingkah laku muncul setiap saat dan tidak sesuai dengan usianya. Namun ahli lain justru berpendapat, kategori autism ringan-sedang-berat, tidak tepat karena autism adalah gangguan perkembangan yang berat (pervasive).
C.  PENGAYAAN
            Sebagai tambahan pengetahuan mengenai bagaimana kemungkinan perkembangan anak autism, Wenar (1994) secara khusus menjelaskan jalannya perkembangan pada penderita autism, sebagai berikut.
      1.   Infant
      2.   Toddler/Preschooler
      3.   Middle Childhood
      4.   Adolescence
      5.   Adult

KEGIATAN BELAJAR 2
PENANGANAN ANAK DENGAN GANGGUAN AUTISM
A.  PENANGANAN ANAK AUTISM
            Penanganan anak autism ditujukan untuk ‘mengejar keterlambatan perkembangan yang dialaminya, agar sesuai dengan perkembangan anak-anak lain seusianya.
            Usia balita merupakan saat paling tepat memberikan penanganan pada kasus anak austism karena masa balita adalah masa awal untuk mempelajarai sesuatu. Dengan intervensi diri secara intensif dan optimal, diharapkan anak bisa memperoleh manfaat terbesar dari penanganan yang dilakukan. Penanganan anak autism biasanya berbentuk terapi.
            Selain itu, anak-anak di bawah usia 3 tahun masih memiliki otak yang bersifat plastis. Sel-sel otak berkembang sedemikian pesat sehingga ketika ada gangguan pada salah satu bagian otak diharapkan masih dapat tergantikan dengan sel-sel baru. Walaupun masih terus diteliti masih dapat diyakini bahwa anak menyandang autism  memiliki gangguan pada bagian otaknya. Disinilah terapi berperan sebagai stimulasi bagi perkembangan fungsi sel-sel otak tersebut.
B.  MACAM-MACAM TERAPI BAGI ANAK AUTISM
            Metode terapi yang paling sering diberikan pada anak penyandang autism (Nakita, 2002) :
      1.   Metode Lovaas atau Applied Behavioral Analysis (ABA)
            Applied Behavioral Analysis (ABA) adalah salah satu metode modifikasi tingkah laku (behavior modification), yang digunakan untuk menangani anak-anak penyandang autism.
            Metode Lovaas memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan dengan metode lainnya. Pertimbangannya antara lain ialah karena dasar metode ini sudah berusia seabad lebih dan telah melalui berbagai penelitian yang terus menerus dikembangkan. Kelebihan lainnya, metode ini sistematis, terstruktur, dan terukur.
      2.   Sensory Integration Therapy (terapi SI)
            Terapi SI mendasarkan diri pada peningkatan kemampuan integritas sensoris. Kemampuan integrasi sensoris adalah kemampuan untuk  memproses impuls yang diterima dari berbagai indera secara stimulant.
            Sebaliknya pada anak autism yang terlalu sensitif terhadap suatu stimulus spesifik, mereka akan menjadi sangat marah atau gelisah ketika mendengar suara melengking atau suara microwave yang umumnya tidak terdengar oleh orang-orang non-autistik.
            Untuk kasus anak autism yang cenderung tidak peka terhadap stimulus sensorinya, terapi ini bisa dimanfaatkan karena bertujuan meningkatkan kesadaran sensoris (sensory awareness) dan kemampuan berespon terhadap stimulus sensoris tersebut.
            Pelaksanaan terapi ini bisa dimanfaatkan berbagai stimulus yang bervariasi. Antara lain ayunan, bolam trampoline, sikat dan baju yang lembut, parfum, lampu-lampu berwarna, pemijatan (massage), dan barang-barang dengan tekstur bervariasi.
            Beberapa laporan tentang keberhasilan terapi ini menunjukkan bahwa perilaku stereotype dan kecenderungan menyakiti diri dapat dikontrol atau dikurangi. Ini dikarenakan anak sudah bisa membedakan stiulus keras pendapat yang menyatakan bahwa terapi ini juga berhasil menekan stress dan kecemasan pada penyandang autism.
C.  TERAPI DAN KESEMBUHAN
            Setelah mengenal 2 jenis terapi yang biasa diberikan kepada anak-anak penyandang autism, perlu untuk diperhatikan bahwa walaupun anak autism harus mengikuti terapi untuk mengembangkan kemampuannya yang tertinggal, namun terapi bukan mukjizat. Artinya tidak dapat dipastikan bila seorang anak penyandang autism telah mengikuti suau\tu terapi maka ia akan ‘sembuh’ dan terbebas dari gangguan autism-nya.
D.  PENANGANAN ANAK AUTISM OLEH GURU
            Pada umumnya anak autism memiliki IQ pada rentang batas normal. Sehingga banyak anak autism yang pada akhirnya ditransfer ke sekolah umum. Kemampuan membaca, matematika, maupun akademis secara umum tidak tertinggal dari teman-teman sekelasnya.
            Yang menjadi masalah selanjutnya adalah masalah komunikasi dan sosialisasi. Anak autism sering dilaporkan tidak memiliki teman di sekolah karena mereka lebih tertarik pada benda dibandingkan manusia. Keluhan lain yang biasa muncul adalah masalah perilaku, di mana anak autism sering kali tidak dapat mengendalikan emosinya. Perilaku agresif sering ditunjukannya yang membuat mereka menjadi memiliki masalah dengan teman-temannya.
            Ada beberapa hal yang dapat Anda lakukan selaku guru, bila di kelas Anda terdapat 1 atau 2 orang anak autism.
      1.   Belajar Menyelami Emosi Anak Autism
            Anak autism banyak menunjukkan emosi negatif, misalnya suka berteriak-teriak, tiba-tiba memukul orang lain atau menyakiti diri sendiri. Oleh sebab itu sering kali anak autism dikatakan sebagai sosok yang nakal, hiperaktif, susah diatur dan tidak mempunyai rasa sayang terhadap orang lain.
      2.   Harus Terus Memberi Stimulasi
            a.   Jangan biarkan anak tenggelam dalam dunianya sendiri
            b.   Macam-macam pemberian stimulasi
      3.   Melatih Insting Sosial 
      4.   Mengembang Potensi Anak
E.  PENGAYAAN
      Harus Dite GLUTEN-KASEIN
            Gluten adalah protein yang berasal dari gandum-ganduman misalnya terigu. Sedangkan kasein berasal dari susu sapi.
            Berdasarkan hal tersebut maka para ahli sepakat bahwa seorang penyandang autism sebaiknya berdiet gula dan kasein.

MODUL 12
KEGIATAN BELAJAR 1
HAKIKAT PERILAKU AGRESIF
A.  PENGERTIAN PERILAKU AGRESIF
            Perilaku agresif sebenarnya sangat jarang ditemukan pada anak yang berusia di bawah 2 tahun. Namun, ketika anak memasuki usia 3-7 tahun, perilaku agresif menjadi bagian dari tahapan perkembangan mereka dan seringkali menimbulkan masalah, tidak hanya di rumah tetapi juga di sekolah.
            Dampak utama dari perilaku agresif ini adalah anak tidak mampu berteman dengan anak lain atau bermain dengan teman-temannya. Keadaan ini menciptakan lingkaran setan, semakin anak tidak diterima oleh teman-temannya maka makin menjadilah perilaku agresif yang ditampilkannya.
            Harus dibedakan perilaku agresif yang sifatnya situasional dengan perilaku agresif yang merupakan respons dari keadaan frustasi, takut atau marah dengan cara mencoba menyakiti orang lain.
            Secara definisi, yang dianggap perilaku agresif adalah perilaku yang ditujukan untuk menyerang, menyakiti atau melawan orang lain, baik secara fisik mapun verbal. Jadi bisa berbentuk pukulan, tendangan dan perilaku fisik lainnya, atau berbentuk cercaan, makian, ejekan, bantahan dan semacamnya. Perilaku agresif dianggap sebagai suatu gangguan perilaku bila memenuhi persyaratan sebagai berikut.
      1.   Bentuk perilaku luar biasa, bukan hanya berbeda sedikit dari perilaku yang biasa.
      2.   Masalah ini bersifat kronis. Artinya perilaku ini bersifat menetap, terus menerus.
      3.   Perilaku tidak dapat diterima karena tidak sesuai dengan norma social atau budaya.
B.  KARAKTERISTIK PERILAKU AGRESIF
            Secara umum, yang dimaksud dengan gangguan emosi dan perilaku adalah ketidakmampuan yang ditunjukkan dengan respons emosional atau perilaku yang berbeda dari usia sebayanya, budaya, atau norma sosial. Gangguan emosi dan perilaku dapat saja muncul bersama gangguan psikologis lain, misanya ADD/ADHD atau retardasi mental.
            Perilaku agresif merupakan bagian dari perilaku antisosial. Perilaku antisosial sendiri mencakup berbagai macam tindakan seperti tindakan agresif, ancaman secara verbal terhadap orang lain, perkelahian, perusakan hak milik, pencurian, suka merusak (vandalis), kebohongan, pembakaran, kabur dari rumah  dan lain-lain.
            Menurut buku panduan diagnostik untuk gangguan mental, seseorang dikatakan mengalami ganguan perilaku antisosial (termasuk agresif) bila tiga diantara daftar perilaku khusus berikut terdapat dalam seseorang secara bersama-sama paling tidak selama enam bulan. Perilaku tersebut sebagai berikut.
      1.   Mencuri tanpa menyerang korban lebih dari satu kali
      2.   Kabur dari rumah semalam paling tidak dua kali selama tinggal di rumah orang tua
      3.   Sering berbohong
      4.   Dengan sengaja melakukan pembakaran
      5.   Sering bolos sekolah
      6.   Memasuki rumah, kantor, mobil orang lain tanpa izin
      7.   Menyonarkan milik orang lain dengan sengaja
      8.   Menyiksa binatang
      9.   Memaksa orang lain untuk melakukan hubngan seksual
      10. Menggunakan senjata lebih dari satu kali dalam perkelahian
      11. Sering memulai berkelahi
      12. Mencuri dengan menyerang korban (misalnya perampokan)
      13. Menyiksa orang lain

KEGIATAN BELAJAR 2
PENYEBAB DAN PENANGANAN PERILAKU AGRESIF
A.  PENYEBAB PERILAKU AGRESIF
            Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, sekitar 5-10% anak usia sekolah menunjukkan perilaku agresif. Secara umum, anak laki-laki lebih banyak menampilkan perilaku agresif dibandingkan anak perempuan. Menurut penelitian, perbandingannya 5 berbanding 1. Artinya, jumlah anak laki-laki yang melakukan perilaku agresif kira-kira 5 kali lebih banyak dibandingkan anak perempuan.
            Sedangkan penyebab perilaku agresif diindikasikan oleh 4 faktor utama yaitu gangguan biologis dan penyakit, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan pengaruh budaya yang negatif. Perlu diingat, bahwa faktor penyebab ini sifatnya kompleks dan jamak. Jadi tidak mungkin hanya satu faktor saja yang menjadi penyebab timbulnya perilaku agresif.
      1.   Faktor Biologis
            Emosi dan perilaku dapat dipengaruhi oleh faktor genetic, neurologis, atau biokimia, juga kombinasi dari ketiganya.
      2.   Faktor Keluarga
            Sebenarnya tidak ada kaitan langsung antara keluarga dalam hal ini orang tua dengan masalah perilaku anak.
            Beberapa faktor keluarga yang dapat menyebabkan perilaku agresif antara lain sebagai berikut :
      a.   Pola asuh orang tua yang menerapkan disiplin dengan tidak konsisten
      b.   Sikap permisif orang tua, yang biasanya berawal dari orang tua yang merasa tidak dapat efektif untuk menghentikan perilaku menyimpang anaknya sehingga cenderung membiarkan saja atau tidak mau tahu. Sikap permisif ini membuat   perilaku agresif cenderung menetap.
      c.   Sikap yang keras dan penuh tuntutan, yaitu orang tua yang terbiasa menggunakan gaya instruksi agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu, jarang memberikan kesempatan pada anak untuk berdiskusi atau berbicara akrab dalam suasana kekeluargaan. Dalam hal ini muncul hukum aksi-reaksi, semakin anak dituntut orang tua, semakin tinggi keinginan anak untuk memberontak dengan perilaku agresif.
      d.   Gagal memberikan hukuman yang tepat sehingga hukuman justru menimbulkan sikap permusuhan anak pada orang tua dan meningkatkan perilaku agresif anak.
      e.   Memberi hadiah kepada perilaku agresif atau memberikan hukuman untuk perilaku prososial. Orang tua kadang memberikan hadiah secara langsung pada perilaku agresif arah dengan memberikan perhatian.
      f.    Kurang memonitor di mana anak-anak berada
      g.   Kurang memberikan aturan
      h.   Tingkat komunikasi verbal yang rendah antara orang tua dengan anak, seperti jarang ada diskusi untuk memecahkan masalah anak dan tidak memberikan alasan yang jelas dan menerapkan aturan.
      i.    Gagaln menjadi model yang baik dalam membiasakan perilaku prososial dan ketrampilan memecahkan masalah sehingga anak mencontoh apa yang dia lihat dari orang tuanya.
      j.    Munculnya perilaku agresif pada anak dari pada ibu yang sabar dan bijak
3.   Faktor Sekolah
            Beberapa anak sudah mengalami masalah emosi atau perilaku sebelum mereka mulai masuk sekolah. Sedangkan anak yang lainnya mulai menunjukkan perilaku agresif ketika mulai bersekolah.
4.   Faktor Budaya
            Bandura (1979) mengungkapkan beberapa akibat penayangan kekerasan di media, yaitu sebagai berikut.
      a.   Mengajari anak dengan tipe perilaku agresif dan ide umum bahwa segala masalah dapat diatasi dengan perilaku agresif
      b.   Anak menyaksikan bahwa kekerasan bisa mematahkan rintangan terhadap kekerasan dan perilaku agresif sehingga perilaku agresif tampak lumrah dan bisa diterima.
      c.   Menjadi tidak sensitif dan terbiasa dengan kekerasan dan penderitaan (menumpulkan empati dan kepekaan sosial).
      d.   Membentuk citra manusia tentang kenyataan dan cenderung menganggap dunia sebagai tempat yang tidak aman untuk hidup.
B.  PENANGANAN PERILAKU AGRESIF
            Penanganan terhadap masalah perilaku agresif harus dilakukan secara menyeluruh, artinya semua pihak harus terlibat, termasuk guru, orang tua dan lingkungan sekitarnya.
            Terhadap anak yang menampilkan perilaku agresif, biasanya dikenakan hukuman akibat perilaku yang ia lakukan. Penerapan hukuman dalam berbagai bentuk tidak akan menyelesaikan masalah, justru akan meningkatkan perilaku agresif.
            Kelemahan anak yang menampilkan perilaku agresif adalah ia tidak menguasai keterampilan sosial. Untuk itu guru dapat mengajarkan bagaimana cara menanggapi perasaan orang lain dan perasaan dirinya sendiri serta perilaku yang tepat untuk bertingkah laku dalam suatu lingkungan sosial. Misalnya dengan berlatih mengungkapkan perasan yang dirasakan; senang, sedih, marah, gembira, dan perilaku seperti apa yang harus dilakukan ketika ada teman yang mengambil barang tanpa mita izin. Bentuk pengajaran dapat berupa latihan atau role play. Dengan demikian anak mendapatkan model perilaku yang positif dan mengetahui bagaimana harus bersikap dalam suatu situasi sosial tertentu.
            Teknik lain dapat digunakan untuk mengatasi masalah agresifvitas adalah menampilkan tingkah laku positif sebagai model dalam merespons perilaku agresif dan membantu anak untuk berlatih menampilkan perilaku nonagresif.
            Guru dapat berperan sebagai model bagi siswanya dengan tidak menampilkan perilaku agresif juga, misalnya marah atau balas membentak, ketika menghadapi anak dengan perilaku agresif.
            Anak dengan perilaku agresif sering kali sulit untuk menyampaikan keinginan dan perasaannya secara tepat, tanpa menampilkan perilaku agresif.

1 comment:

  1. Casinos that offer Bitcoin in 2021 - JT Hub
    Find out everything about 인천광역 출장마사지 the top 세종특별자치 출장안마 casino sites like NetEnt, 동두천 출장샵 Evolution, Betsoft, Spadegaming, 울산광역 출장안마 Topgolf, Online gambling platform: NetEnt, Betsoft, NetEnt, 보령 출장안마

    ReplyDelete