Saturday, June 22, 2013

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD

MODUL 1
PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD
KEGIATAN BELAJAR 1
TEORI BELAJAR PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD
A. HAKIKAT ANAK DIDIK PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA              DI SD
     1.  Anak Didik Pembelajaran Matematika di SD
               Pembelajaran matematika di SD merupakan salah satu kajian yang selalu menarik untuk dikemukakan karena adanya perbedaan karakteristik khususnya antara hakikat anak dan hakikat matematika. Untuk itu diperlukan adanya jembatan yang menetralisir perbedaan atau pertentangan tersebut. Anak usia SD sedang mengalami perkembangan pada tingkat berpikirnya.
              Di lain pihak, matematia adalah ilmu deduktif, aksiomatik, formal, hierarkis, abstrak, bahasa simbol yang padar anti dan semacamnya sehingga pada ahli matematika dapat mengembangkan sebuah sistem matematika
              Dari dunia matematika yang merupakan sebuah sistem deduktif telah mampu mengembangkan model-model yang merukan contoh dari sistem ini. Manfaat lain yang menonjol dari matematika dapat membentuk pola pikir orang yang mempelajarinya menjadi pola pikir matematis yang sistematis, logis, kritis dengan penuh kecermatan.
              Matematika bagi siswa SD berguna untuk kepentingan hidup pada lingkungannya, untuk mengembangkan pola pikirnya, dan untuk mempelajari ilmu-ilmu yang kemudian. Kegunaan atau manfaat matematika bagi para siswa SD adalah sesuatu yang jelas dan tidak perlu dipersoalkan lagi, lebih-lebih pada era pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini.
     2.  Anak sebagai Individu yang Berkembang
               Sebagaimana telah kita ketahui bahwa perkembangan anak itu berbeda dengan orang dewasa. Hal ini tampak jelas baik pada bentuk fisiknya maupun dalam cara-cara berpikir, bertindak, tanggung jawab, kebiasaan kerja, dan sebagainya.
              Penelitian yang telah dilakukan oleh Jean Peaget dan teman-temannya menunjukkan bahwa anak tidak bertindak dan berpiir sama seperti orang dewasa.
              Oleh karena itulah, tugas utama sekolah ialah menolong anak mengembangkan kemampuan intelektualnya sesuai dengan perkembangan intelektual anak. 
              Berbagai strategi pembelajaran dari teori-teori pembelajaran matematika yang akan digunakan haruslah disesuaikan dengan kondisi-kondisi tersebut di atas. Kesesuaian ini akan memungkinkan keefektifan dan keefisienan dan usaha-usaha kita dalam pembelajaran matematika khususnya di SD.
     3.  Kesiapan Intelektual Anak    
              Para ahli jiwa seperti Peaget, Brownell, Dienes percaya bahwa jika kita akan memberikan pelajaran tentang sesuatu kepada anak didik maka kita harus memperhatikan tingkat perkembangan berpikir anak tersebut.
              Jean Peaget dengan teori belajar yang disebut Teori Perkembangan Mental Anak (mental atau intelektual atau kognitif) atau ada pula yang menyebutnya Teori Tingkat Perkembangan Berpikir Anak telah membagi tahapan kemampuan berpikir anak menjadi empat tahapan, yaitu tahap sensori motorik (dari lahir sampai usia 2 tahun), tahap operasional awal/pra operasi (usia 2 sampai 2 tahun sampai 7 tahun), tahap operasional / operasi konkret (usia 11 atau 12 tahun) dan tahap operasional formal / operasi formal (usia 11 tahun ke atas) untuk bisa mengetahui tahapan perkembangan intelektual atau berpikir siswa di SD dalam pembelajaran matematika.
          a.  Kekekalan bilangan (banyak)
                   Bila anak telah memahami bilangan maka ia akan mengerti bahwa banyaknya benda-benda itu akan tetap walaupun letaknya berbeda-beda. Misalnya mereka akan berpendapat bahwa banyaknya pensil yang disimpan secara berdekatan dengan yang lebih renggang dan dijajarkan sama .
          b.  Kekekalan materi (zat)
                   Anak belum memahami kekekalan materi atau zat akan berpendapat bahwa banyaknya air pada ke-2 bejana (gelas) di sebelah kanan adalah berbeda banyaknya (zat) walaupun ditumpahkan dari 2 bejana yang isinya sama. Pada keadaan seperti ini anak baru bias memahami yang sama atau berbeda itu dan satu sudut pandangan yang tampak olehnya.
          c.  Kekekalan panjang
                   Anak yang belum memahami kekekalan panjang akan mengatakan bahwa dua utas tali (kawat) yang tadinya sama panjangnya menjadi tidak sama panjang, bila yang satu dikerutkan dan yang satunya lagi tidak. Ia cenderung berpendapat bahwa tali atau kawat yang tidak dikerutkan akan lebih panjang.


          d.  Kekekalan luas
                   Pada tahapan ini siswa belum memahami bahwa luas daerah persegipanjang PQRS adalah sama dengan luas daerah persegipanjang ABCD dan luas daerah segitiga ABD adalah setengah luas daerha jajargenjang ABCD. Seperti halnya kita ketahui bahwa siswa usia sekitar 8 – 9 tahun baru dapat memahami hokum kekekalan luas.
          e.  Kekekalan berat
                   Anak yang sudah memahami hokum kekekalan berat ia mengerti bahwa berat benda itu tetap walaupun bentuknta, tempatnya, dan atau alat penimbangannya berbeda-beda. Umumnya siswa pertengahan SD sekitar 9 – 10 tahun sudah memahami hokum kekekalan berat.
          f.   Kekekalan isi
                   Usia sekitar 14 – 15 tahun atau kadang-kadang sekitar 11 – 14 tahun anak sudah memiliki hokum kekekalan isi. Misalnya ia sudah mengerti bahwa air yang ditumpahkan dari sebuah bak atau gelas yang penuh adalah sama dengan isi sebuah benda yang ditenggelamkannya.
          g.  Tingkat pemahaman
                   Tingkat pemahaman usia SD sekalipun di kelas-kelas akhir mereka tetap terbatas. Mereka akan mengalami kesulitan merumuskan definisi dengan kata-katanya sendiri.
                   Mereka baru bias menyatakan bahwa 2 + 0 = 2, 4 + 2 = 6; 6 + 4 = 10, 8 + 4 = 12 (secara transitif), tetapi meraka belum mampu menyimpulkan secara induktif bahwa jumlah dua bilangan genap adalah genap, apalagi membuktikan secara umum bahwa jumlah dua bilangan genap adalah genap (deduktif).
B. TEORI-TEORI BELAJAR MATEMATIKA PADA PEMBELAJARANNYA MATEMATIKA DI SD
          Pada kenyataannya di antara para ahli teori-teori belajar masih belum ada kesepahaman tentang bagaimana anak belajar dan cara-cara pembelajarannya.
          Pada umumnya penyampaian bahan ajar kepada siswa termasuk pembelajaran matematika biasanya didasarkan pada teori-teori belajar yang dianggap sesuai oleh guru, pengelola pendidikan termasuk penyusun dan pengembang kurikulum.
     1.  Teori Belajar Bruner
              Jerome S. Bruner dari Universitas Harvard menjadi sangat terkenal dalam dunia pendidikan umumnya dan pendidikan matematika khususnya. Bruner menekankan bahwa setiap individu pada waktu mengalami atau mengenal peristiwa atau benda di dalam lingkungannya, menemukan cara untuk menyatakan kembali peristiwa atau benda tersebut di dalam pikirannya, yaitu suatu model mental tentang peristiwa atau benda yang dialaminya atau dikenalnya.
              Menurut Bruner, hal-hal tersebut dapat dinyatakan sebagai proses belajar yang terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu :
a.    Tahap Edukatif atau Tahap Kegiatan (Enactive)
                   Tahap pertama anak belajar konsep adalah berhubungan dengan benda-benda real atau mengalami peristiwa di dunia sekitarnya. Pada tahap anak masih dalam gerak reflek dan coba-coba, belum harmonis memanipulasikan, menyusun, menjejerkan, mengutak-ngatik bentuk-bentuk gerak lainnya (serupa dengan tahap sensori motor dari Piaget)
          b.  Tahap Ikonik atau Tahap Gambar Bayangan (Iconic)
                   Pada tahap ini, anak telah mengubah, menandai dan menyimpan peristiwa atau benda dalam bentuk bayangan mental.
          c.  Tahap Simbolik (Symbolic)
                   Pada tahap terakhir ini anak dapat mengutarakan bayangan mental tersebut dalam bentuk symbol dan bahasa. Apabila ia berjumpa dengan suatu symbol maka bayangan mental yang ditandai oleh symbol itu akan dapat dikenalnya kembali.
              Sebenarnya ketiga tahapan belajar dari Bruner ini sudah sejak lama kita terapkan pada pembelajaran matematika di SD, misalnya seperti berikut ini.
          Tahap 1.             Matematika yang bersifat abstrak biaanya diawali dari persoalan sehari-hari yang sederhana (peristiwa di dunia sekitarnya), atau menggunakan benda-benda real / nyata / fisik / konkret.
          Tahap 2.             Model (Model matematika) di sini berupa gambaran dari bayangan. (Model semi konkret atau model semi abstrak).
          Tahap 3.             Pada tahap ke-3 merupakan tahap akhir haruslah digunakan symbol-simbol (lambang-lambang) yang bersifat abstrak sebagai wujud dari bahasa matematika (Model abstrak).
              Berdasarkan pecobaan dan pengalamannya itu, Bruner dan Kenney telah merumuskan 4 teorema (dalil/kaidah) pada pembelajaran matematika, yaitu sebagai berikut.
          a.  Teorema Penyusunan (Teorema Konstruksi)
                   Menurut teorema penyusunan, bahwa cara yang terbaik memulai belajar suatu konsep matematika, dalil atau aturan, definisi dan semacamnya dalah dengan cara menyusun penyajiannya. Bruner percaya adalah sebaiknya untuk siswa memulai dengan penyajian konkret, kemudian mencoba ide itu sebagai fasilitator disusunnya sendiri mengenai ide tu di sini guru sifatnya hanyalah membantu.
                   Misalnya, untuk memahami konsep penjumlahan tersebut kita tentukan 4 + (-3) =  0.
          b.  Teorema Notasi
                   Teorema notasi menyatakan bahwa dalam pengajaran suatu konsep, penggunaan notasi-notasi matematika harus diberikan secara bertahap, dimulai dari yang sederhana yang secara kognitif dapat lebih mudah dipahami siswa sampai kepada yang semakin kompleks notasinya. Sebagai contoh notasi y = f(x) notasi seperti ٱ = 2 ∆ + 5 dengan ٱ dan ∆ merupakan bilangan-bilangan asli. Notasi y = 2x + 5. Baru untuk para siswa pada Aljabar lanjut digunakan notasi y = f(x) atau {(x,y)/y = f(x) = 2x + 5, x, y ε R) untuk menyatakan suatu konsep fungsi.
          c.   Teorema Pengontrasan dan Keanekaragam (Teorema Kontras dan Variasi)
                   Teorema ini mengatakan bahwa prosedur penyajian suatu konsep dari yang konkret ke yang lebih abstrak harus dilakukan dengan kegiatan pengontrasan dan beraneka ragam. Misalnya busur jari-jari, garis tengah, tali busur, tembereng, juring dari suatu lingkaran, semuanya akan lebih bermakna apabila mereka dipertentangkan satu sama lainnya.
                   Selain pengontrasan, pada pembelajaran matematika perlu adanya penyajian yang beraneka ragam (bervariasi). Misalnya konsep lingkaran diperkenalkan dengan menggunakan benda-benda berbentuk silinder, kerucut, cincin, roda, gelang, dan gambar-gambar lingkaran dengan berbentuk ukuran jari-jari.
          d.  Teorema Pengaitan (Teorema Konektivitas)                       
                    Menurut teorema ini bahwa setiap konsep, dalil dan keterampilan matematika berkaitan dengan konsep, dalil, dan keterampilan matematika lainnya.
     2.  Teori Belajar Dienes               
                   Zoltan P. Dienes adalah seorang guru matematika (Pendidikan di Hongaria, Inggris dan Perancis) telah mengembangkan minatnya dan pengalamannya dalam pendidikan matematika. Dasar teorinya sebagian didasarkan atas teori Piaget.

No comments:

Post a Comment